Setiap penerbangan pesawat menuju suatu tempat akan menemukan banyak ketidakpastian meskipun sudah ada ramalan cuaca, bantuan dari Menara ATC, teknologi yang semakin canggih, dan sebagainya. Ketidakpastian tersebut biasanya menakutkan banyak orang dan bisa berdampak fatal, namun pilot harus tetap mengambil risiko yang terukur agar bisa sampai ke tempat tujuan.
The Captain adalah sebuah film yang rilis pada tahun 2019 menceritakan kisah nyata tentang penerbangan pesawat Sichuan Airlines dari bandara Chongqing, China menuju Lhasa, Tibet. Pada penerbangan tersebut tiba-tiba kaca depan pesawat pecah dan membuat co-pilot luka-luka dan tidak bisa bekerja secara maksimal. Beberapa bagian kokpit rusak dan pilot tidak mampu mendengar suara komunikasi dari radio. Dalam film tersebut, diperlihatkan pesawat berputar-putar dan kesulitan untuk keluar dari kondisi cuaca yang buruk hingga pada akhirnya sang pilot menemukan celah untuk keluar dan mengambil risiko tersebut. Keputusan tersebut ternyata tepat sehingga membawa pesawat dan seluruh penumpang di dalamnya bisa mendarat darurat di bandara Chengdu meskipun terjadi banyak goncangan.
Kisah nyata tersebut untungnya berakhir dengan baik, tapi pertanyaannya adalah apa yang terjadi bila pilot tidak berani mengambil risiko untuk keluar dari cuaca yang buruk? Kemungkinan terbesarnya adalah kejadian yang lebih fatal karena kondisi kokpit pesawat yang sudah rusak dan bila terus berputar pesawat juga akan kehabisan bensin.
Film The Captain memberikan contoh bahwa untuk mencapai tujuan, diperlukan langkah-langkah yang besar agar seseorang atau organisasi memiliki posisi yang unggul dan tetap mencapai tujuan apabila menemukan hambatan. Seseorang atau organisasi tidak bisa selalu berjalan dengan nyaman dan pada ritme yang sama, karena terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi dan bisa mengubah performa seperti lingkungan eksternal. Selain itu, organisasi yang meminimalisir risiko akan juga meminimalisir pencapaiannya, karena mereka hanya akan bergerak di tempat saja.
Dalam menentukan langkah, seseorang atau organisasi sebaiknya berfokus pada tujuan yang ingin dicapainya, bukan memikirkan risiko apa yang akan dihadapi karena bila seseorang atau organisasi takut terlebih dahulu untuk menghadapi risiko-risikonya, maka hasil yang akan di dapat akan lebih kecil atau tidak sesuai dengan harapan dibandingkan dengan orang yang berani menghadapi risiko. Selain itu, menghadapi risiko bukan berarti menghadapi tantangan dengan tangan kosong, karena risiko yang diambil dapat dikelola dengan baik sehingga tidak menghambat proses sampai ke tujuan, atau setidaknya memperkecil hambatan tersebut, atau justru membantu dan menjadi kunci organisasi untuk mencapai tujuannya. Alasan lainnya adalah ketika mengambil risiko, maka risiko yang diambil juga merupakan risiko yang terukur atau risiko yang telah diidentifikasi dan dikelola sesuai dengan kapasitas, selera, dan toleransi risiko yang telah ditentukan berdasarkan ruang lingkup, konteks, dan kriteria organisasi.
Pada kesimpulannya, tujuan selalu memiliki ekor yang bernama risiko, dan seharusnya seseorang atau organisasi tetap percaya diri pada kemampuannya menghadapi risiko. Apabila risiko dikelola dengan efektif, maka kemampuanmu untuk menciptakan dan mempertahankan nilai pun akan menjadi lebih baik. Jadi risiko tidak perlu diminimalisir, justru perlu dioptimalkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Jason Tan, Associate Researcher CRMS Indonesia