- Sulitnya mengidentifikasi KRIs untuk semua risiko
- Kurangnya fokus pada sumber-sumber risiko
- Gagalnya penerapan sistem otomatisasi untuk pendataan nilai KRIs
- Tidak digunakannya Key Performance Indicator (KPIs) yang terkait dengan KRIs
- Tidak dikaitkannya aktivitas perusahaan dengan ambang batas risiko
Bersikap proaktif untuk mencegah terjadinya situasi yang tidak diharapkan dapat dilakukan dengan memilih metrik yang jelas untuk mengukur suatu peristiwa. Saat menentukan Key Risk Indicators (KRIs), Anda harus memilih metrik yang terukur, bermakna dan dapat diprediksi. Pastikan juga Anda memilih KRIs dengan efisien, karena jumlah KRIs yang terlalu banyak akan membuat proses pengolahan semakin sulit.
Setelah KRIs ditentukan, perusahaan perlu melakukan validasi terhadap tingkat pemicu dan ambang batas risiko, menetapkannya berdasarkan selera risiko dan toleransi, kemudian menerapkannya setelah meminta persetujuan Dewan Direktur.
Selanjutnya, KRIs yang sudah diintegrasikan harus ditinjau secara teratur. Frekuensi peninjauannya tergantung pada hal-hal yang direpresentasikan KRIs tersebut. Hal ini harus dilaporkan kepada top management, dan prosedur eskalasinya harus diterapkan serta dikomunikasikan pada personil yang menangani KRIs tersebut. Tidak semua KRIs memiliki tingkat eskalasi yang sama. Namun, walaupun perusahaan menetapkan eskalasi lebih tinggi pada situasi tertentu, hirearki pelaporan tetap penting untuk dipatuhi.
Tantangan dalam Implementasi KRI
Meskipun KRIs memiliki banyak manfaat dalam membantu perusahaan menanggulangi berbagai risiko, ada beberapa hal yang membuat KRIs gagal diterapkan. Beberapa alasan yang mendasari hal tersebut antara lain: