Environment, Social, and Governance (ESG) merupakan pedoman dasar yang penting untuk mendukung keberlangsungan perusahaan. Mayoritas perusahaan di negara maju telah berupaya menerapkan ESG semaksimal mungkin demi mewujudkan keseimbangan ekosistem bisnis. Sayangnya, hal positif bagi iklim bisnis tersebut belum berlaku di Asia.
Sebuah studi tentang laporan sustainability terhadap 50 perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar di Asia Pasifik mengungkap fakta yang mencengangkan. Jumlah perusahaan yang mampu mengimplementasikan konsep ESG secara efektif dan memadukannya dengan remunerasi yang sesuai bagi top executive ternyata tak sampai 1/5 dari total responden.
Negara Asia Pasifik Manakah yang Sudah Merealisasikan ESG?
Survei serupa yang dirilis perusahaan jasa profesional PwC Singapore dan Centre for Governance and Sustainability (CGS) pada periode Mei 2022 menyatakan bahwa hanya 16% dari total 650 perusahaan responden yang memberlakukan konsep ESG. Pengamatan lebih detail mengungkap fakta tentang persentase sebesar 16% tersebut ditopang oleh Australia. Lebih dari 50% perusahaan teratas di benua tersebut telah merealisasikan ESG dan mengaitkannya dengan nilai remunerasi kalangan top executive.
Deretan negara Asia Pasifik berikutnya yang tergolong sukses dari segi implementasi ESG adalah Taiwan dan Thailand dengan persentase 30% dan 25%, diikuti oleh Singapura dan Jepang dengan persentase masing-masing sebesar 20%. Sementara itu, negara lainnya yang termasuk dalam kategori tertinggal dengan persentase kurang dari 10% perusahaan adalah Filipina, Indonesia, India, dan Malaysia.
Korelasi antara penerapan ESG dan remunerasi top executive terbilang penting karena dewan direksi bertanggung jawab terhadap struktur ESG serta masalah sustainability perusahaan. Nilai remunerasi yang tepat bagi top executive akan menyelaraskan kinerja kalangan tersebut secara maksimal. Pengawasan dan tanggung jawab yang dilakukan pihak tersebut sangat memengaruhi implementasi ESG secara efektif di perusahaan.
Harapan Baru Bagi Aspek ESG di Perusahaan Kawasan Asia Pasifik
Hal menarik lainnya yang ditemukan pada penelitian tentang ESG tersebut adalah fakta bahwa hanya 24% perusahaan yang melaksanakan pelatihan seputar ESG kepada jajaran dewan direksi. Padahal, dewan direksi memikul tanggung jawab besar untuk melakukan pengawasan sekaligus tugas tata kelola di perusahaan. Penemuan tersebut menunjukkan kalau masih ada peningkatan yang bisa dilakukan pada aspek tata kelola dan akuntabilitas perusahaan.
Walaupun kesadaran terhadap pentingnya ESG di Asia Pasifik masih tergolong rendah, ada kabar baik yang menggambarkan harapan pada masa depan. Lebih dari 80% perusahaan mengungkapkan bahwa mereka memiliki target sustainability. Di samping itu, 75% perusahaan yang menjadi responden mengaku sudah memiliki struktur ESG dan 65% di antaranya juga sudah menjabarkan tanggung jawab dewan direksi untuk mengawal sustainability.
Lawrence Loh selaku direktur CGS menyatakan bahwa hasil studi tersebut memperlihatkan pentingnya pelatihan sustainability bagi dewan direksi maupun karyawan sehingga nantinya janji dan komitmen tentang aspek ESG bisa diubah menjadi tindakan konkret. Hingga saat ini, mayoritas perusahaan masih fokus terhadap masalah perubahan iklim dan mencoba mengaitkannya dengan manajemen risiko secara keseluruhan. Pelatihan sustainability merupakan nilai tambah yang bisa diraih setiap perusahaan. Jika nilai tambah tersebut diperlihatkan kepada masyarakat dan investor, niscaya perusahaan akan mendapatkan kepercayaan dan loyalitas yang lebih besar pada masa depan.
Masih ada berbagai cara untuk mengimbangi ekspektasi para pemangku kepentingan (stakeholders) yang menginginkan kemajuan perusahaan, khususnya tentang aspek ESG yang berhubungan dengan perubahan iklim. Maka, setiap perusahaan harus peka mengenali kondisi internalnya supaya dapat mewujudkan implementasi ESG secara tepat.
Referensi: