Pada tahun 2016 lalu, Ekuador mengalami gempa berkekuatan 7,8 gempa skala richter yang menewaskan lebih dari 600 jiwa dan melukai sekitar 30,000 orang dengan perkiraan kerugian ekonomi lebih dari $ 3 miliar. Sayangnya, kejadian seperti ini terus merajalela dengan bencana alam yang terus meningkat dan menjadi ancaman bagi kehidupan manusia di seluruh dunia dan juga bagi pertumbuhan ekonomi.
Faktanya, kerugian yang berasal dari bencana alam pada saat ini mencapai hampir empat kali lipat dari apa yang dialami oleh manusia pada sepuluh tahun yang lalu. Ironisnya lagi, seringkali yang menjadi korban adalah mereka yang memiliki pendapatan rendah. Bahkan dari sepertempat bencana banjir yang terjadi, hampir 90% dari korban jiwa adalah masyarakat miskin.
Tren seperti kenaikan populasi dan meningkatnya urbanisasi membuat beberapa daerah mengalami kerugian yang begitu besar. Hampir sekitar 1,4 orang bermigrasi ke kota-kota setiap minggu dan itu sebagian besar terjadi di Asia dan Afrika. Selain itu, perubahan iklim juga merupakan ancaman bagi 100 juta orang yang diperkirakan akan mengalami dampak kemiskinan pada tahun 2030 mendatang. Contoh-contoh seperti inilah yang menunjukkan bahwa risiko bencana akan terus meningkat di tahun yang akan datang.
Semakin banyaknya bencana yang terjadi membuat beberapa perusahaan internasional dan pemerintah menemukan bahwa investasi besar dalam kesiapan dan ketahanan pada bencana alam dapat mencegah bencana alam menjadi bencana yang lebih buruk lagi bagi manusia. Investasi di bidang penanganan bencana alam seperti ini juga sama saja dengan upaya untuk menyediakan lapangan kerja baru, mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesetaraan gender, melindungi lingkungan, dan menawarkan lebih banyak kesempatan pendidikan untuk membantu memenuhi tujuan pembangunan yang dipersyaratkan pada tahun 2030.
Seperti yang kita ketahui, sejumlah cara bisa dilakukan untuk mengetahui gejala bencana di suatu wilayah. Selain lebih peka untuk membaca tanda-tanda alam, inovasi teknologi pun dibutuhkan untuk mengetahui risiko alam seperti apakah yang akan terjadi. Dengan mengetahui kapan bencana akan terjadi, masyarakat bisa meminimalisir kerugian yang diakibatkan, baik kerugian berupa materi maupun jiwa. Salah satu yang dapat berperan untuk meminimalisir risiko bencana adalah inovasi teknologi yang harus terus dikembangkan. Inovasi untuk mendapatkan informasi risiko bencana yang benar dan terpercaya ini juga menjadi salah satu investasi yang menjanjikan bagi beberapa perusahaan.
Bank Dunia yang mengelola kemitraan dengan 34 negara di dunia dan 9 organisasi internasional, salah satunya yaitu Global Facility for Disaster Reduction and Recovery (GFDRR) mempromosikan pandangan bahwa pemerintah harus melakukan identifikasi risiko yang cepat, ketat dan juga rutin. Salah satunya yaitu dengan investasi yang terkait dengan penanganan bencana alam. Pemerintah dan masyarakat secara global harus dapat memanfaatkan teknologi untuk mengakses informasi yang berkaitan dengan risiko bencana yang akan terjadi.
Dengan beberapa terobosan dalam penelitian dan teknologi yang terjangkau dan mudah diakses, ada kesempatan bagi masyarakat, praktisi pembangunan, dan pembuat kebijakan untuk melengkapi diri mereka dengan informasi mengenai cara terbaik untuk mempersiapkan bencana. Apalagi untuk negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang memiliki sejumlah titik rawan bencana, peran riset dan teknologi dari sangat diperlukan untuk menurunkan risiko yang terjadi.
Dengan perubahan iklim yang menjadi risiko bencana yang sangat besar, tidak ada waktu yang lebih baik untuk menanggapi secara serius bagaimana masyarakat dan pemerintah untuk dapat melakukan manajemen risiko bencana alam yang lebih serius, lebih pintar dan juga lebih aktif.