- “Pemikiran berbasis risiko menggerakkan sebuah organisasi untuk menentukan faktor-faktor yang dapat menyebabkan proses-proses dan sistem manajemen mutu menjadi menyimpang dari hasil yang direncanakan, untuk menempatkan kontrol pencegahan untuk meminimalkan efek negatif dan memaksimalkan penggunaan peluang yang muncul.” (Klausul 0.1)
- “Pendekatan proses melibatkan definisi sistematis dan pengelolaan dari proses-proses, dan interaksi antar proses, sebagaimana untuk mencapai hasil yang diinginkan yang sesuai dengan kebijakan mutu dan arah strategis organisasi. Manajemen dari proses-proses dan sistem secara keseluruhan dapat dicapai dengan menggunakan siklus PDCA dengan fokus keseluruhan pada pemikiran berbasis risiko yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari peluang yang ada dan mencegah hasil yang tidak diinginkan.” (Klausul 0.3.1)
- “Supaya sesuai dengan persyaratan Standar Internasional ini, suatu organisasi perlu untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan untuk menangani risiko dan peluang. Menangani risiko dan peluang menjadikan sebuah dasar untuk meningkatkan efektivitas dari sistem manajemen mutu, mencapai hasil yang lebih baik dan mencegah dampak-dampak negatif.” (Klausul 0.3.3)
- “Standar Internasional ini menggerakkan sebuah organisasi untuk menggunakan pendekatan proses, menggabungkan siklus PDCA dan pemikiran berbasis risiko, untuk menyelaraskan atau menggabungkan sistem manajemen mutu dengan persyaratan-persyaratan dari standar sistem manajemen lainnya.” (Klausul 0.4)
- “Organisasi harus menetapkan proses-proses yang diperlukan untuk sistem manajemen mutu dan penerapannya di seluruh organisasi dan harus: menangani risiko dan peluang seperti yang ditentukan.” (Butir f dalam klausul 4.4.1)
- “Manajemen puncak harus menunjukkan kepemimpinan dan komitmen terhadap sistem manajemen mutu dengan: mempromosikan penggunaan pendekatan proses dan pemikiran berbasis risiko.” (Butir d dalam klausul 5.1.1)
- “Manajemen puncak harus menunjukkan kepemimpinan dan komitmen terhadap fokus pelanggan dengan memastikan bahwa: risiko dan peluang yang dapat mempengaruhi kesesuaian terhadap produk dan pelayanan dan kemampuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan ditentukan dan ditangani.” (Butir b klausul 5.1.2)
- “Ketika merencanakan sistem manajemen mutu, organisasi harus mempertimbangkan isu-isu dan persyaratan serta menentukan risiko dan peluang…” (Klausul 6.1.1)
- “Organisasi harus merencanakan: tindakan untuk menangani risiko dan peluang.” (Butir a klausul 6.1.2)
- “Organisasi harus menganalisis dan mengevaluasi data dan informasi yang sesuai yang timbul dari pemantauan, pengukuran. Hasil analisis harus digunakan untuk mengevaluasi: efektivitas tindakan yang diambil untuk menangani risiko dan peluang.” (Butir e klausul 9.1.3)
- “Tinjauan manajemen harus direncanakan dan dilaksanakan dengan mempertimbangkan: efektivitas tindakan yang diambil untuk menangani risiko dan peluang.” (Butir e klausul 9.3.2)
- “Ketika ketidaksesuaian (nonconformity) terjadi, termasuk setiap keluhan yang muncul, organisasi harus: melakukan pemutakhiran risiko dan peluang yang ditentukan selama perencanaan, jika diperlukan.” (Butir e klausul 10.2.1)
Terminologi pemikiran berbasis risiko, atau dalam bahasa aslinya disebut dengan risk-based thinking, muncul pertama kali dalam dokumen ISO 9001:2015 yang dirilis oleh Internasional Organization for Standardization (ISO) pada bulan September 2015. Terminologi ini bahkan sudah mulai populer dan diperbincangkan oleh banyak pihak jauh sebelum ISO 9001:2015 diratifikasi oleh ISO yaitu sejak Draft International Standard (DIS) dari dokumen ISO 9001:2015 dirilis ke publik oleh ISO/TC 176 pada bulan Mei 2014.
Munculnya terminologi ini dalam ISO 9001:2015 disambut dengan sangat positif oleh banyak pihak, terlebih oleh kalangan praktisi manajemen risiko, karena dengan adanya pemikiran berbasis risiko ini dalam ISO 9001:2015 sangat membantu para praktisi manajemen risiko untuk mengajak rekan-rekan praktisi manajemen mutu dalam satu organisasi yang sama untuk berkolaborasi dalam satu wacana pengintegrasian sistem manajemen mutu berbasis ISO 9001:2015 dengan manajemen risiko berbasis ISO 31000.
Namun, apa sebenarnya yang dimaksud oleh ISO 9001:2015 dengan pemikiran berbasis risiko ini? Artikel ini selanjutnya akan memaparkan suatu alur logika pragmatis yang menjelaskan apa yang dimaksud dengan pemikiran berbasis risiko, mengapa pemikiran berbasis risiko ini penting bagi sistem manajemen mutu, dan seperti apa pengaplikasiannya dalam membangun sistem manajemen mutu berbasis ISO 9001:2015.
Pertama-tama, mari kita mengingat kembali esensi dari sistem manajemen mutu ISO 9001. Apapun bentuk, ukuran, dan tujuannya, setiap produsen pasti memiliki konsumen, atau setidaknya mempunyai target konsumen, yaitu pihak yang telah, atau diharapkan oleh produsen untuk mau atau akan, menggunakan produk dan atau jasa yang dihasilkan oleh si produsen. Para konsumen ini berkeinginan, atau paling tidak rela, untuk bertransaksi dengan satu produsen demi mendapatkan produk dan atau jasa yang dihasilkan oleh produsen tersebut lantaran dipicu oleh keinginan dari konsumen untuk mendapatkan suatu kualitas dari produk atau jasa untuk dinikmati sebagai manfaat.
Dalam hal ini, kualitas yang dimaksud dapat berupa-rupa ragamnya, antara lain seperti nilai atas uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk dan atau jasa, kemudahan upaya untuk mengakses produk dan atau jasa, jaminan purnajual, kecepatan respons, termasuk di dalamnya adalah keandalan dan daya tahan, atau sering kita sebut dengan kualitas, dari produk dan atau jasa itu sendiri dalam memenuhi kebutuhan si konsumen.
Apabila dalam bertransaksi konsumen mendapatkan kualitas sesuai ekspektasinya, itu berarti konsumen ini mendapatkan kepuasan. Harapan selanjutnya dari produsen adalah agar konsumen tersebut berkeinginan untuk mengulang-ulang transaksinya untuk mendapatkan kembali produk dan atau jasa yang dibutuhkan demi mendapatkan kualitas yang didapat pada transaksi sebelumnya dan kembali mendapatkan kepuasan. Pada titik ini, konsumen akan menjadi pelanggan, apabila si produsen mampu untuk terus, atau dengan istilah lainnya secara konsisten, memberikan kepuasan atas kualitas yang menjadi ekspektasi konsumen saat bertransaksi, atau lebih luasnya saat berinteraksi, dengan produsen.
Sehubungan dengan hal ini, ISO 9001 mengarahkan kita, selaku produsen, untuk mengenali, bahkan mengartikulasikan secara spesifik dan jelas, ekpektasi kualitas yang diharapkan pelanggan dari produk dan atau jasa yang kita tawarkan agar pelanggan tersebut mau tetap terus bertransaksi dengan kita. ISO 9001 juga membakukan segala yang kita lakukan untuk menyediakan dan menyerahkan produk atau jasa yang sesuai dengan ekspektasi kualitas pelanggan kepada para pelanggan, sehingga hal tersebut dapat berlangsung secara konsisten dan kepuasan pelanggan kita dapat terus tercipta.
Bagaimana ISO 9001 membantu kita untuk mewujudkannya? Sekarang, mari kita ganti kata ‘produsen’ dengan nama organisasi tempat kita berkarya. Lalu kita tentukan siapa yang menjadi pelanggan kita, serta apa yang menjadi ekspektasi kualitas yang membuat mereka puas menjadi pelanggan dari produk dan atau jasa kita selama ini. Kemudian jabarkan kalimat ‘segala yang kita lakukan untuk menyediakan dan menyerahkan produk atau jasa’ di atas dengan gambar diagram serangkaian alur proses kerja. Kita juga bisa menggunakan rangkaian alur proses bisnis yang kita buat sesuai dengan apa yang organisasi tempat kita berkarya lakukan selama ini ketika mendapatkan, mengolah, dan menyerahkan produk dan jasa kepada para pelanggan.
Dalam hal ini, kita tentunya perlu menentukan asal muasal produk dan atau jasa yang akan kita oleh, dari mana kita mendapatkan sumber produk dan atau jasa tersebut, maupun siapa saja pihak eksternal yang kita perlukan untuk mengolah, kemudian bertransaksi, lalu menyerahkan produk dan atau jasa kita kepada para pelanggan. Adapun proses kerja atau bisnis yang kita buat harus tergambarkan secara terperinci pada tiap tahapannya hingga tergambarkan setiap rangkaian aktivitas di dalamnya, waktu pelaksanaan, siapa saja pihak internal dan eksternal yang terlibat, dokumen apa yang diperlukan untuk tersedia dan disimpan, beserta setiap masukan dan keluaran pada tiap tahapan proses dan aktivitas yang ada.
Tidak hanya itu, kita juga harus memahami apa yang menjadi ekspektasi dari pemangku kepentingan lainnya, terutama persyaratan regulasi maupun standar-standar baku tertentu yang harus dipenuhi selama menjalankan tiap proses, memahami segala sumber daya maupun infrastruktur yang diperlukan untuk menjalankan tahapan demi tahapan proses yang ada, termasuk di dalamnya kompetensi SDM yang diperlukan, memahami bagaimana cara mengawasi jalannya proses dan mengukur efektivitasnya, termasuk untuk menemukan hal yang tidak sesuai atau tidak kita inginkan serta bagaimana kita mencegah, mengantisipasi, serta meresponsnya. Dan tentu saja, kita juga perlu menentukan seperti apa pemantauan, tinjauan atau evaluasi, serta pemeriksaan yang perlu dijalankan guna memastikan segala sesuatu yang terlaksanakan sesuai desain serta adanya perbaikan dan pengembangan yang memang diperlukan.
Tanpa harus menunggu semua hal di atas tersedia di atas meja, kita akan mulai berpikir bahwa semua ini tidak akan berjalan tanpa adanya sosialisasi yang cukup kepada seluruh pihak terkait di dalam organisasi, terlebih tanpa adanya dukungan para pimpinan puncak. Anda pasti akan sepakat bahwa agar segala hal di atas dapat terlaksana maka kepemimpinan dan komitmen dari para pimpinan organisasi, serta kesadaran, pemahaman, dukungan, dan keterlibatan dari setiap pihak terkait internal mutlak diperlukan sedari awal dan secara terus menerus sehingga kita juga merancang seperti apa peran serta dan kepemimpinan pimpinan yang dibutuhkan agar segala rancangan yang ada berjalan, termasuk di dalamnya kebijakan seperti apa yang ditetapkan, serta bagaimana melakukan sosialisasi untuk membangun kesadaran, pemahaman, dukungan, serta keterlibatan dari masing-masing pihak internal. Pada titik ini, kita telah memiliki suatu rancangan sistem manajemen mutu berbasis ISO 9001.
Namun, apakah sistem ini akan berhasil membantu kita mencapai sasaran kita, yaitu kepuasan pelanggan dapat langgeng terjaga? Apakah ada hal yang dapat membuat sistem ini tidak efektif? Perubahan ekspektasi dari pelanggan? Bila demikian, apa yang membuat ekspektasi tersebut berubah? Apakah ada perubahan dari dalam organisasi yang menyebabkan sistem ini tidak lagi berjalan dengan semestinya? Atau mungkinkah kita gagal mendapatkan dari para pihak eksternal produk dan atau jasa yang kita butuhkan untuk menyediakan dan menyerahkan produk dan atau jasa kita kepada pelanggan? Kegagalan atau hambatan apa yang mungkin terjadi dalam rangkaian proses atau aktivitas yang sedianya akan kita jalankan? Siapkah setiap pihak internal yang akan dilibatkan? Lalu, bagaimana dukungan serta kebijakan yang akan diberikan oleh pimpinan puncak? Rangkaian pertanyaan ini yang harus kita pikirkan dan temukan jawabannya, yaitu berupa tindakan antisipatif yang akan kita terapkan dalam sistem manajemen mutu yang kita miliki.
Tidak jarang dan sangat mungkin terjadi bahwa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas mengharuskan kita untuk memodifikasi rangkaian komponen dalam sistem manajemen mutu yang rancang dan telah berlakukan. Tentu saja tidak pas bila kita hanya menyiapkan diri terhadap hal-hal buruk yang mungkin terjadi saja tanpa ikut mempertimbangkan peluang-peluang, yang bila dapat dimanfaatkan, justru mendorong sistem manajemen mutu, maupun komponen-komponen yang ada di dalamnya untuk berjalan secara baik, lancar dan efektif dalam mengarahkan kita pada pencapaian sasaran kepuasan pelanggan yang kita harapkan.
Inilah yang dimaksud ISO 9001:2015 dengan pemikiran berbasis risiko, dan mengapa pemikiran ini penting bagi sistem manajemen mutu di organisasi kita. Adapun ISO 9001:2015 tidak mengarahkan kita untuk menerapkan pemikiran berbasis risiko hanya pada saat awal perancangan sistem manajemen mutu saja, melainkan pemikiran ini perlu kita aplikasikan secara berkala pada saat tinjauan manajemen dan menentukan tindakan perbaikan yang akan dilakukan. Artinya, para pimpinan puncak juga perlu berperan aktif dalam mendorong penerapan pemikiran berbasis risiko ini demi kelangsungan efektivitas sistem manajemen mutu yang dijalankan oleh organisasi.
Menutup ulasan di atas, mari kita simak beberapa kutipan isi dokumen ISO 9001:2015 terkait risiko, peluang, dan pemikiran berbasis risiko, sebagai pelengkap pemahaman kita mengenai pemikiran berbasis risiko. Adapun kutipan di bawah merupakan terjemahan bebas dari konten aslinya.