Banyak faktor yang mempengaruhi iklim bisnis di Indonesia. Tantangan yang berasal dari perubahan politik, sosial, dan kondisi makro (perubahan cuaca, persediaan sumber daya alam, ketidakstabilan rantai pasok, dan pertumbuhan populasi) ternyata tak kalah penting bagi keberlangsungan perusahaan. Hal tersebut mendorong investor, regulator, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk melakukan manajemen risiko secara cermat.
Isu mengenai keberlanjutan (sustainability) perusahaan mulai menjadi fokus bagi semua pelaku bisnis. Berbagai bentuk bisnis seperti bisnis swasta dengan kreditur asing yang besar, bisnis hasil kolektif (patungan) dan anak perusahaan multinasional mulai berbenah diri dengan menerapkan sistem tata kelola perusahaan.
Laporan mengenai keberlanjutan perusahaan mendapatkan respon positif secara global. Hal tersebut bahkan mencetuskan ide untuk mengembangkan kerangka pelaporan keberlanjutan global (Global Reporting Initiative atau GRI). Di Indonesia, belum ada peraturan resmi mengenai laporan keberlanjutan perusahaan. Namun, ternyata ada persyaratan khusus bagi semua perusahaan untuk melaporkan perihal kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility atau CSR). Meskipun CSR belum bisa digolongkan sebagai laporang keberlanjutan yang lengkap.
Survei tentang Laporan Keberlanjutan Perusahaan di Indonesia
Survei Investor Global 2015 yang dilakukan oleh Ernst & Young (EY) Indonesia menyoroti kualitas laporan keberlanjutan perusahaan di tanah air. Berdasarkan survei tersebut, para investor mengaku mendapatkan informasi minim tentang informasi non-keuangan dari perusahaan. Itulah yang menyebabkan para investor dan regulator mendorong transparansi laporan keberlanjutan perusahaan. Karena hal tersebut merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi perkembangan perusahaan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan EY Indonesia, fokus utama agenda laporan berkelanjutan di Indonesia mencakup enam aspek, yaitu:
1. Inisiatif Internasional dan Tren Regulasi
Inisiatif di tingkat internasional sangat berperan penting untuk mendukung pembangunan perusahaan secara berkesinambungan. Oleh sebab itu, Indonesia turut bergabung dalam berbagai langkah inisiatif praktis seperti Sustainable Development Goals (SDGs) dan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
UNFCCC yang fokus terhadap kondisi lingkungan hidup tentu memberikan pengaruh besar kepada keberlanjutan perusahaan di Indonesia. Berdasarkan kesepakatan yang disetujui di UNFCCC, setiap negara harus membatasi kenaikan temperatur maksimal 1,5 derajat Celcius pada tahun 2030. Secara tak langsung, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia harus meminimalkan hasil limbah demi membantu tanah air mengurangi emisi hingga 29%.
2. Global Reporting Initiative (GRI)
GRI paling sering digunakan sebagai kerangka kerja internasional untuk membuat laporan berkelanjutan perusahaan. Pedoman terbaru berupa GRI G4 dirilis sejak tahun 2013 dengan prinsip dasar berupa materialitas. Salah satu fitur penting yang terdapat pada GRI G4 adalah keleluasaan perusahaan untuk menentukan tingkat pengungkapan (level of disclosure) seiring dengan berjalannya waktu. GRI G4 kini juga mulai mengalami pembaharuan sejak tahun 2016 dan mulai digunakan sejak 1 Juli 2018.
3. Rekam Jejak Keuangan Berkelanjutan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah bekerja sama dengan beberapa lembaga lainnya untuk menyiapkan rekam jejak (roadmap) keuangan berkelanjutan bagi perusahaan di tanah air. Rekam jejak keuangan tersebut akan diprioritaskan bagi instrumen pinjaman berkelanjutan seperti sektor sumber energi yang dapat diperbaharui, pertanian, manufaktur, infrastruktur, serta Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM). Target utama rekam jejak keuangan berkelanjutan adalah peningkatan transparansi dalam lembaga jasa keuangan yang diterbitkan pada laporan keberlanjutan perusahaan.
4. Pelaporan Terpadu
International Integrated Reporting Council (IIRC) yang didirikan tahun 2010 merilis kerangka pelaporan terpadu internasional pada Desember 2013. Pelaporan terintegrasi tersebut mengusung enam aspek penting, yaitu keuangan, manufaktur, Sumber Daya Manusia (SDM), intelektual, hubungan sosial, dan alam.
Pada tahun 2011, IIRC memperkenalkan ASEAN Corporate Governance Scorecard. Kehadian scorecard tersebut diprakarsai oleh Forum Pasar Modal ASEAN demi mengembangkan pasar modal terpadu dan mempromosikan ASEAN sebagai kelas aset. Dengan demikian, diharapkan perusahaan-perusahaan ASEAN dapat meningkatkan visibilitasnya di kalangan investor potensial.
5. Bursa Saham dan Indeks Berkelanjutan
Sustainable Stock Exchanges (SSE) adalah kemitraan kerja yang antara PBB, organisasi yang memperoleh dukungan PBB, investor, perusahaan, bursa saham, regulator, dan pemerintah. Inisiatif SSE berperan sebagai platform bursa efek untuk meningkatkan transparansi perusahaan pada isu-isu lingkungan, sosial, dan tata kelola. Sehingga transparansi tersebut dapat mendorong investasi yang berkelanjutan.
Selain SSE, ada pula Dow Jones Sustainability Index (DJSI) sebagai indeks keberlanjutan global paling terkenal. DJSI yang diluncurkan tahun 1999 tersebut berhasil mengevaluasi 2.500 perusahaan besar dunia. Sementara itu, Bursa Efek Indonesia (BE) bekerja sama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) untuk membuat indeks keberlanjutan yang disebut indeks SRI KEHATI. Indeks yang dibuat sejak tahun 2009 tersebut sudah memiliki 25 perusahaan terdaftar.
6. Tekanan dari Para Pemangku Kepentinga
Menurut penelitian yang dilakukan EY Indonesia, para investor mulai lebih memperhatikan aspek non-keuangan pada perusahaan dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Bahkan perkembangan tentang aspek non-keuangan tersebut juga sering digunakan sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan. Prospek pinjaman akan terbuka lebar bagi perusahaan-perusahaan yang mampu menyajikan laporan keberlanjutan secara transparan. Itulah yang membuat perusahaan kini lebih terbuka memberikan informasi tentang aspek non-keuangan. Sehingga hal tersebut mampu meyakinkan stakeholder yang terdiri dari investor, regulator, pelanggan, dan pemangku kepentingan lainnya.
Transparansi laporan keberlanjutan tak sekadar memenuhi regulasi yang berlaku di tanah air. Lebih dari itu, laporan keberlanjutan tersebut juga akan memotivasi sistem internal perusahaan untuk mengupayakan strategi bisnis terbaik. Sehingga perusahaan yang punya rekam jejak terbaik memiliki peluang untuk memenangkan persaingan pasar.