Sejak Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan sikap tegas menentang tindak korupsi pada Oktober 2003, Hari Antikorupsi Internasional mulai diperingati tanggal 9 Desember setiap tahun. Berdasarkan konteks pandemi yang sedang melanda dunia, Antonio Guterres selaku Sekretaris Jenderal PBB menyatakan bahwa korupsi adalah kejahatan, tidak bermoral, dan pengkhianatan terakhir terhadap kepercayaan publik. Tindak korupsi bahkan menyebabkan kerugian besar saat krisis, seperti yang sekarang ini terjadi di masa pandemi Covid-19. Tindakan memerangi penularan virus menciptakan risiko baru yang melemahkan pengawasan dan transparansi suatu sistem sehingga orang-orang yang paling membutuhkan tidak memperoleh dana sebagaimana mestinya.
Korupsi menimbulkan dampak negatif bagi seluruh lapisan masyarakat serta mempengaruhi berbagai sektor bisnis, mulai dari bisnis kecil, besar, hingga industri. Tidak ada satu sektor bisnis pun yang luput dari korupsi. Namun, ada beberapa sektor yang dinilai memiliki risiko korupsi relatif tinggi antara lain minyak dan gas, konstruksi, serta persenjataan. Bank Dunia memperkirakan bahwa tindak korupsi telah menelan biaya sebesar US$ 1 triliun setiap tahun. Dampak korupsi terhadap kehidupan masyarakat juga mengganggu kestabilan sektor ekonomi dan menyebabkan penurunan kualitas pelayanan publik.
Mencari Pertanggungjawaban terhadap Korupsi
Secara historis, masyarakat mengharapkan pemerintah untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas perilaku korupsi. Sayangnya, rekam jejak pemerintah dalam menindaklanjuti korupsi masih terbilang kurang jelas. Pasca krisis keuangan global tahun 2008, Amerika Serikat pun mulai memberlakukan Undang-Undang Praktik Korupsi Asing secara gencar.
Laporan baru Komisi Eropa menyatakan hanya 30% masyarakat Eropa yang percaya bahwa upaya anti-penipuan yang dilakukan pemerintah dapat berlangsung efektif. Proyek Exporting Corruption 2020 yang dijalankan Transparency International menemukan fakta bahwa penegakan hukum suap asing sangat rendah di antara sebagian besar organisasi negara meskipun telah diangkat sebagai isu utama. Pada tahun 2020, hanya 4 dari 47 negara anggota Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) yang aktif melakukan tuntutan terhadap korupsi.
Selama 2 dekade terakhir, perkembangan sistem kepatuhan anti korupsi dan peraturan tingkat industri di perusahaan telah dilakukan di seluruh perusahaan untuk mencegah penyuapan. Pemerintah sering kali merasa cukup puas menyerahkan biaya dan tanggung jawab penegakan hukum kepada pihak lain, tetapi pengaturan mandiri sering kali tidak dikelola secara memadai. Selain itu, tindak korupsi turut diperparah oleh kurangnya proses audit yang dilakukan pihak independen.
Seperti Apa Perkembangan Standar Anti Suap Internasional?
International Standardization for Organization (ISO) memperkenalkan sistem manajemen korupsi anti suap ISO 37001 pada tahun 2016. Sistem tersebut dibuat berdasarkan saran dan rekomendasi dari berbagai negara, lembaga nonprofit, dan lembaga multilateral. Standar pada sistem tersebut memberikan parameter independen yang dapat diaudit dari prinsip kepatuhan internasional sehingga memungkinkan seluruh organisasi (publik maupun swasta) untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani kasus penyuapan.
Suatu organisasi bisa memperoleh sertifikat ini bila berhasil menerapkan sistem manajemen anti penyuapan sesuai standar, memiliki pihak atau individu yang mengawasi kepatuhan dan kontrol keuangan, serta mempunyai sistem pemantauan dan pelaporan. Audit dilakukan dalam periode 3 tahun dan dilakukan oleh badan sertifikasi independen.
Sejak ISO 37001 diperkenalkan, semakin banyak perusahaan maupun organisasi sektor publik yang berusaha memperoleh sertifikasi tersebut sebagai referensi anti-penyuapan. Pengacara anti korupsi, Jean-Pierre Mean menyatakan keuntungan dari sertifikasi memberikan keyakinan bahwa suatu organisasi telah menerapkan langkah-langkah anti penyuapan secara efektif. Selain itu, sertifikasi tersebut juga menunjukkan bahwa sistem organisasi bermanfaat bagi semua pihak, yaitu pemangku kepentingan (stakeholder), personil, pemegang saham, dan masyarakat.
Sebagai bentuk kepercayaan terhadap standar sertifikasi tersebut, jaksa di sejumlah negara mewajibkan perusahaan mendapatkan sertifikasi ISO 37001 sebagai syarat penyelesaian dalam berbagai tuntutan hukum. Meskipun sertifikasi tidak menjamin bahwa penyuapan tidak akan terjadi, setidaknya sertifikasi tersebut merupakan bukti kesediaan perusahaan dalam mencegah korupsi.
Peningkatan upaya mengatasi penyuapan memiliki tingkat keberhasilan yang berbeda-beda. Penegakan hukum yang dilakukan pemerintah perlu diperkuat karena banyak bukti menunjukkan bahwa pengawasan mandiri cenderung mengandung kecacatan. Pengenalan ISO 37001 sebagai standar independen anti-penyuapan sangat menjanjikan, tetapi mayoritas perusahaan dan pemerintah perlu meraih sertifikasi untuk mewujudkan perubahan konkret. Penyebaran korupsi telah berlangsung sejak lama, tetapi bukan berarti hal tersebut tidak dapat dicegah dan dihindari.