Bisnis modern dalam dua dekade terakhir menemukan concern baru yang pada dasarnya merupakan upaya tiap perusahaan untuk melanggengkan kinerja perusahaannya, yaitu pengelolaan risiko (risk management). Pengelolaan risiko yang terencana dengan baik akan menghindarkan perusahaan dari terpaparnya biaya yang mungkin timbul apabila potensi kerugian dikelola dengan tepat.
Umumnya, orientasi perusahaan yang bersifat profit sekaligus menjaga kesinambungan eksistensi (going concern) menjadi alasan logis atas konsentrasi baru tersebut. Karakteristik globalisasi telah dimaklumi sebagai arena raksasa yang hanya menerima siapa saja yang mampu bersaing. Persaingan ketat menjadi media uji ketahanan (endurance test) agar lulus dan lolos melalui lorong persaingan. Dalam ilmu bela diri apapun, salah satu media pertahanan diri dan memenangkan pertarungan antara lain berupa kemampuan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan diri, cepat mengenali langkah lawan dan mampu mengantisipasi potensi serangan dan risikonya.
Salah satu materi risiko yang sebenarnya penting namun masih belum menjadi concern yang kuat dalam serangkaian pengelolaan risiko perusahaan adalah risiko hukum. Tidak jarang dalam framework pengelolaan risiko perseroan, risiko hukum ini luput dari perhatian. Padahal, eksistensi dan kesinambungan perusahaan dimulai dan diakhiri oleh hukum. Oleh karenanya, dalam menjalankan kegiatan usahanya. Oleh karena itu pula, dalam perkembangannya risk management tidak hanya memfokuskan pada aspek-aspek yang bersifat finansial, tetapi juga aspek-aspek non finansial, dan hukum menjadi salah satu aspek tersebut. ISO 31000 tentang Risk Management sudah memasukkan hukum sebagai aspek risiko yang harus diperhatikan dalam rangkaian pengelolaan risiko perusahaan.
Sebelum membahas risiko hukum dalam konteks risk management, perkenankan saya mengulas sepintas perihal istilah risiko yang selama ini dikenal dalam ilmu hukum yang memiliki sedikit perbedaan dengan risiko yang dimaknai dalam bidang risk management.
Risiko Hukum dalam Kerangka Ilmu Hukum
Di ranah Hukum Perdata ada ajaran tentang risiko (risico leer) yang mengajarkan bahwa risiko adalah suatu akibat yang tidak dapat diduga-duga terjadinya. Dengan kata lain, dalam konteks hukum maka risiko mengandung nuansa ketidakpastian hukum. Para ahli hukum sepakat bahwa istilah risiko hanya digunakan apabila membahas kerugian-kerugian yang terjadi karena adanya overmacht, dan bukan tentang kerugian yang merupakan akibat dari hal-hal lainnya. Jadi misalnya, apabila terjadi kerugian akibat salah perhitungan bisnis atau salah menafsirkan situasi ekonomi, bukan merupakan risiko, akan tetapi kerugian saja atau kerugian dagang (mr. Abdulwahab Bakrie: 1994).
Di samping itu, dalam ilmu hukum dikenal istilah akibat hukum (legal consequence) yang konotasinya pada hal-hal yang bersifat hukuman atau sanksi, serta eksistensi dan keberlanjutan entitas subyek hukum. Akibat hukum adalah akibat atas perbuatan yang diatur oleh hukum. Misalnya, sanksi berupa denda sebesar sekian rupiah, pencabutan izin, hukuman penjara sekian bulan. Selain itu akibat hukum dapat juga berupa gugatan perdata, tuntutan pidana, dan pengajuan kepailitan.
Risiko Hukum dalam Kerangka Risk Management
Perkembangan bisnis yang semakin antisipatif terhadap cepatnya perubahan, telah menjadikan risk management sebagai frasa penting dalam dunia bisnis modern saat ini. Menurut ISO 31000, “risk is the effect of uncertainty on objectives.” Risiko tersebut dapat merupakan deviasi positif ataupun negatif dari hal-hal yang diharapkan sebelumnya.
Dalam kerangka risk management, aspek hukum merupakan salah satu unsur dari external context yang memasukkan setiap parameter dan faktor yang berada di luar lingkungan perusahaan yang mempengaruhi perusahaan dalam mengelola risiko dan mencapai tujuan-tujuannya. Sehubungan dengan itu, hal-hal yang ditentukan oleh hukum merupakan risk source atau asal dari munculnya risiko.
Dengan pertimbangan pentingnya memperhatikan aspek hukum dalam menjalankan kegiatan perusahaan, maka aspek hukum pun menjadi materi dalam risk management. Contohnya, Basel Committee on Banking Supervision 2006 memasukkan aspek risiko hukum dalam framework-nya. Basel II tersebut menyebutkan bahwa: “Legal risk includes, but not limited to, exposure to fines, penalties, or punitive damage resulting from supervisory actions, as well as private settlements.”
Dari definisi tersebut tidak ada pembedaan pemaknaan risiko hukum antara risiko hukum dengan akibat hukum sebagaimana diulas sebelumnya. Hal ini dapat dipahami, mengingat kerangka risk management merupakan “ … a process, affected by an entity’s board of directors, management and other personnel, applied in strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events that may affect the entity, and manage risk to be within its risk apetite, to provide reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives” (COSO ERM framework, 2004).
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa risiko hukum dalam pemahaman bisnis modern sudah mengalami perkembangan sekaligus perluasan makna dibandingkan pemaknaannya dalam pandangan tradisional. Kini, risiko hukum tidak hanya dipandang sebagai hal-hal yang menjadi akibat dari faktor overmacht saja, tetapi juga meliputi hal-hal yang menjadi akibat dari proses yang dilakukan perusahaan dalam mencapai tujuan-tujuannya.
Oleh: Dr. Ratna Januarita, S.H., LL.M., M.H.