Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga pengawasan independen yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel. Sektor jasa keuangan tersebut terdiri dari industri perbankan dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB). Artikel ini akan lebih berfokus kepada IKNB di Indonesia yang mulai diawasi oleh OJK sejak satu Januari tahun 2013. Industri asuransi, pembiayaan, dana pensiun, sekuritas, dan perusahaan jasa keuangan lainnya seperti pegadaian, perusahaan penjaminan kredit dan modal ventura merupakan IKNB yang berada di bawah pengawasan dan pengaturan lembaga independen tersebut. Tugas yang dimiliki oleh OJK adalah meningkatkan layanan; harmonisasi dan penguatan regulasi; pengawasan dan penegakan hukum yang efektif; serta pelaksanaan program strategis dalam rangka pengembangan IKNB.
Salah satu tugas utama yang dimiliki oleh OJK adalah meningkatkan fungsi pengawasan terhadap IKNB. Sehubungan dengan hal tersebut, OJK merencanakan untuk melakukan penguatan manajemen risiko di IKNB dengan meluncurkan risk based supervision di tahun 2014. Ketua dewan komisioner OJK, Muliaman D. Hadad, menyebut bahwa risk based supervision merupakan salah satu fokus OJK dalam meningkatkan pengawasan. Hal tersebut bertujuan untuk memahami risiko yang melekat dalam aktivitas usaha lembaga keuangan dengan tepat. Dewan komisioner OJK di bidang IKNB, Firdaus Djaelani, menjelaskan bahwa sistem pengawasan berbasis risiko yang baru ini terdiri dari dua komponen utama yakni Sistem Pemeringkatan Risiko (SPR) dan Sistem Pengawasan Berbasis Risiko (SPBR). SPR merupakan alat untuk mengukur tingkat risiko, sedangkan SPBR memberi kerangka kerja pengawasan khususnya dalam menentukan strategi pengawasan.
Penguatan pengawasan dan penegakan hukum yang akan diterapkan oleh OJK diharapkan dapat dijalankan secara efektif. Peraturan yang dibentuk diharapkan akan membawa IKNB berkembang ke arah yang lebih baik. Namun, peraturan tersebut juga dapat menjadi tantangan maupun risiko tersendiri bagi IKNB. Salah satu contohnya, OJK mewajibkan semua perusahaan asuransi memiliki Risk Based Capital (RBC) minimal sebesar 120 persen yang menyebabkan industri asuransi, yang merupakan bagian dari IKNB, akan menghadapi risiko regulasi. Risiko tersebut dihadapi oleh Industri asuransi dikarenakan terdapatnya kemungkinan perusahaan dalam industri tersebut tidak dapat mengimplementasikan regulasi yang telah ditetapkan oleh OJK, akibat harus beradaptasi juga dengan sistem pencatatan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) baru yang akan mengubah laporan keuangannya dan berdampak pada penurunan RBC-nya.
Konsep pengawasan terkait tingkat solvabilitas atau RBC minimal pada perusahaan yang ditetapkan oleh OJK penting untuk melindungi IKNB, khususnya industri asuransi. Hal tersebut dikarenakan, bisnis asuransi merupakan bisnis kepercayaan sehingga perusahaan harus membentuk citra yang bagus kepada masyarakat. Dengan memiliki RBC yang sesuai dengan standar, perusahaan tersebut akan membentuk citra yang baik bagi masyarakat. Namun, konsep pengawasan tersebut akan membuat IKNB menghadapi risiko reputasi dikarenakan terdapat kemungkinan perusahaan tidak mencapai target yang ditentukan dan akan berdampak pada kepercayaan masyarakat kepada industri tersebut.
Penguatan manajemen risiko yang dilakukan oleh OJK kepada IKNB membuat pengawasan IKNB di Indonesia yang pada awalnya berorientasi pada kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan atau compliance based supervision akan beralih ke penerapan risk based supervision yang berorientasi pada tingkat risiko mulai tahun 2014. Salah satu aspek utama yang menjadi perhatian dalam pengawasan tersebut adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi tingkat solvabilitas dan modal minimum berbasis risiko. Hal tersebut dapat memunculkan risiko strategis bagi perusahaan di IKNB dikarenakan terdapat kemungkinan inovasi pengawasan yang diciptakan OJK untuk industri tersebut membuat perusahaan-perusahaan yang berada di dalamnya terhambat dalam mencapai tujuannya, akibat terlalu berfokus pada analisis aspek keuangan dan kegiatan usahanya.
OJK masih akan memiliki sejumlah pekerjaan dan rencana yang akan dikerjakan maupun dilanjutkan terkait dengan IKNB di tahun 2014. Beberapa pekerjaan dan rencana dari OJK antara lain adalah merampungkan Rancangan Peraturan OJK (RPOJK), meningkatkan pengawasan dan penguatan industri keuangan. Dalam pelaksanaannya, IKNB akan menghadapi sejumlah tantangan maupun risiko dari perencanaan OJK tersebut. Para profesi manajemen risiko menjadi lebih diperlukan di IKNB terkait dengan rencana penerapan risk based supervision oleh OJK. Para profesi manajemen risiko tersebut diharapkan dapat dan perlu melakukan upaya-upaya penyehatan untuk menyesuaikan diri dengan lembaga pengawasan independen baru yang mengawasinya, mempelajari dan beradaptasi dengan regulasi yang baru.