{"id":5357,"date":"2019-06-05T10:19:28","date_gmt":"2019-06-05T03:19:28","guid":{"rendered":"https:\/\/crmsindonesia.org\/?p=5357"},"modified":"2019-07-31T10:52:40","modified_gmt":"2019-07-31T03:52:40","slug":"menentukan-kri-dan-beragam-tantangan-saat-mengintegrasikannya","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/crmsindonesia.org\/publications\/menentukan-kri-dan-beragam-tantangan-saat-mengintegrasikannya\/","title":{"rendered":"Menentukan KRI dan Beragam Tantangan saat Mengintegrasikannya"},"content":{"rendered":" <\/noscript>\r\n\r\nBersikap proaktif untuk mencegah terjadinya situasi yang tidak diharapkan dapat dilakukan dengan memilih metrik yang jelas untuk mengukur suatu peristiwa. Saat menentukan Key Risk Indicators <\/em>(KRIs), Anda harus memilih metrik yang terukur, bermakna dan dapat diprediksi. Pastikan juga Anda memilih KRIs dengan efisien, karena jumlah KRIs yang terlalu banyak akan membuat proses pengolahan semakin sulit.\r\n\r\nSetelah KRIs ditentukan, perusahaan perlu melakukan validasi terhadap tingkat pemicu dan ambang batas risiko, menetapkannya berdasarkan selera risiko dan toleransi, kemudian menerapkannya setelah meminta persetujuan Dewan Direktur.\r\n\r\nSelanjutnya, KRIs yang sudah diintegrasikan harus ditinjau secara teratur. Frekuensi peninjauannya tergantung pada hal-hal yang direpresentasikan KRIs tersebut. Hal ini harus dilaporkan kepada top management, <\/em>dan prosedur eskalasinya harus diterapkan serta dikomunikasikan pada personil yang menangani KRIs tersebut. Tidak semua KRIs memiliki tingkat eskalasi yang sama. Namun, walaupun perusahaan menetapkan eskalasi lebih tinggi pada situasi tertentu, hirearki pelaporan tetap penting untuk dipatuhi.\r\n\r\nTantangan dalam Implementasi KRI<\/strong>\r\n\r\nMeskipun KRIs memiliki banyak manfaat dalam membantu perusahaan menanggulangi berbagai risiko, ada beberapa hal yang membuat KRIs gagal diterapkan. Beberapa alasan yang mendasari hal tersebut antara lain:\r\n\r\n \tSulitnya mengidentifikasi KRIs untuk semua risiko<\/li>\r\n \t Kurangnya fokus pada sumber-sumber risiko<\/li>\r\n \t Gagalnya penerapan sistem otomatisasi untuk pendataan nilai KRIs<\/li>\r\n \t Tidak digunakannya Key Performance Indicator <\/em>(KPIs) yang terkait dengan KRIs<\/li>\r\n \tTidak dikaitkannya aktivitas perusahaan dengan ambang batas risiko<\/li>\r\n<\/ul>\r\nUntuk menyikapi tantangan-tantangan tersebut, ada beberapa rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan perusahaan. Salah satunya, perusahaan harus mulai dengan KRIs untuk risiko-risiko utama sebelum mengembangkannya pada risiko-risiko lain. Kemudian, perusahaan juga harus menetapkan KRIs untuk setiap sumber risiko. Selain itu, KRIs juga harus diotomatisasi untuk mencegah kedaluwarsanya data risiko-risiko. Setelah itu, KPIs yang ada juga perlu diintegrasikan dengan KRIs agar keduanya selaras dalam memprediksi risiko. Terakhir, aktivitas-aktivitas perusahan harus selalu dijaga agar selalu sesuai dengan ambang batas KRIs.\r\n\r\nImplementasi KRIs di perusahaan harus dilakukan secara cermat dan disesuaikan dengan kondisi terkini perusahaan. Dengan begitu, perusahaan dapat mengidentifikasi berbagai risiko dan mengatasinya secara cepat dan efektif.\r\n\r\nInformasi selengkapnya mengenai KRIs dan penerapannya di perusahaan dapat Anda dapatkan melalui:\r\n\r\nhttps:\/\/www.metricstream.com\/insights\/Key-Risk-indicators-ERM.htm<\/a>","protected":false},"excerpt":{"rendered":"Bersikap proaktif untuk mencegah terjadinya situasi yang tidak diharapkan dapat dilakukan dengan memilih metrik yang jelas untuk mengukur suatu peristiwa. Saat menentukan Key Risk Indicators (KRIs), Anda harus memilih metrik yang terukur, bermakna dan dapat diprediksi. Pastikan juga Anda memilih…","protected":false},"author":1,"featured_media":0,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"_price":"","_stock":"","_tribe_ticket_header":"","_tribe_default_ticket_provider":"","_tribe_ticket_capacity":"0","_ticket_start_date":"","_ticket_end_date":"","_tribe_ticket_show_description":"","_tribe_ticket_show_not_going":false,"_tribe_ticket_use_global_stock":"","_tribe_ticket_global_stock_level":"","_global_stock_mode":"","_global_stock_cap":"","_tribe_rsvp_for_event":"","_tribe_ticket_going_count":"","_tribe_ticket_not_going_count":"","_tribe_tickets_list":"[]","_tribe_ticket_has_attendee_info_fields":false,"footnotes":""},"categories":[38],"tags":[],"ticketed":false,"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/crmsindonesia.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/5357"}],"collection":[{"href":"https:\/\/crmsindonesia.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/crmsindonesia.org\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/crmsindonesia.org\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/crmsindonesia.org\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=5357"}],"version-history":[{"count":1,"href":"https:\/\/crmsindonesia.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/5357\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":5359,"href":"https:\/\/crmsindonesia.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/5357\/revisions\/5359"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/crmsindonesia.org\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=5357"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/crmsindonesia.org\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=5357"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/crmsindonesia.org\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=5357"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}